KODE ETIKA PROFESI AKUNTANSI
Etika profesi merupakan karakteristik suatu profesi yang
membedakan suatu profesi dengan profesi lain, yang berfungsi untuk mengatur
tingkah laku para anggotanya. Tanpa etika, profesi akuntan tidak akan ada
karena fungsi akuntan adalah sebagai penyedia informasi untuk proses pembuatan
keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis.
Kode etik profesi akuntansi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan
perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari dalam
profesi akuntansi. Kode etik akuntansi dapat menjadi penyeimbang segi-segi
negatif dari profesi akuntansi, sehingga kode etik bagai kompas yang
menunjukkan arah moral bagi suatu profesi dan sekaligus menjamin mutu moral
profesi akuntansi dimata masyarakat.
Perilaku etika merupakan fondasi peradaban modern. Etika mengacu
pada suatu sistem atau kode perilaku berdasarkan kewajiban moral yang
menunjukkan bagaimana seorang individu harus berperilaku dalam masyarakat.
Profesionalisme didefinisikan secara luas mengacu pada perilaku, tujuan dan
kualitas yang membentuk karakter atau ciri suatu profesi atau orang-orang
profesional. Seluruh profesi menyusun aturan atau kode perilaku yang
mendefinisikan perilaku etika bagi anggota profesi tersebut.
Prinsip-prinsip Etika : IFAC, AICPA, IA
IFAC
Prinsip-prinsip Fundamental Etika IFAC :
1. Integritas:
Seorang akuntan profesiona harus bertindak tegas dan jujur dalam semua hubungan
bisnis dan profesionalnya.
2. Objektivitas:
Seorang akuntan profesional seharusnya tidak boleh membiarkan terjadinya bias,
konflik kepentingan, atau dibawah penguruh orang lain sehingga mengesampingkan
pertimbangan bisnis dan profesional.
3. Kompetensi
profesional dan kehati-hatian: Seorang akuntan profesional mempunyai kewajiban
untuk memelihara pengetahuan dan keterampilan profesional secara berkelanjutan
pada tingkat yang dipelukan untuk menjamin seorang klien atau atasan menerima
jasa profesional yang kompeten yang didasarkan atas perkembangan praktik,
legislasi, dan teknik terkini. Seorang akntan profesional harus bekerja secara
tekun serta mengikuti standar-standar profesional haus bekerja secara tekun
serta mengikuti standar-standar profesional dan teknik yang berlaku dalam memberikan
jasa profesional.
4. Kerahasiaan:
Seorang akuntan profesional harus menghormati kerhasiaan informasi yang
diperolehnya sebagai hasil dari hubungan profesional dan bisnis serta tidak
boleh mengungapkan informasi apa pun kepada pihak ketiga tanpa izin yng enar
dan spesifik, kecuali terdapat kewajiban hukum atau terdapat hak profesional
untuk mengungkapkannya.
5. Perilaku
Profesional: Seorang akuntan profesional harus patuh pada hukum dan
perundang-undangan yang relevan dan harus menghindari tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesi.
AICPA
Kode Etik AICPA terdiri atas dua bagian, bagian pertama berisi prinsip-prinsip Etika dan pada bagian kedua berisi Aturan Etika (rules)
Kode Etik AICPA terdiri atas dua bagian, bagian pertama berisi prinsip-prinsip Etika dan pada bagian kedua berisi Aturan Etika (rules)
1. Tanggung
Jawab: Dalam menjalankan tanggung jawab sebagai seorang profesional, anggota
harus menjalankan pertimbangan moral dan profesional secara sensitif
2. Kepentingan
Publik: Anggota harus menerima kewajiban mereka untuk bertindak sedemikian rupa
demi melayani kepentingan publik, menghormati kepercayaan publik, dan
menunjukan komitmen atas profesionalisme
3. Integritas:
Untuk memelihara dan memperluas keyakinan publik, anggota harus melaksanakan
semua tanggung jawab profesinal dengan ras integritas tertinggi
4. Objektivitas
dan Independensi: Seorang anggota harus memelihara objektivitas dan bebas dari
konflik kepentingan dalam menunaikan tanggung jawab profesional. Seorang
anggota dalam praktik publik seharusnya menjaga independensi dalam fakta dan
penampilan saat memberikan jasa auditing dan atestasi lainnya
5. Kehati-hatian
(due care): Seorang anggota harus selalu mengikuti standar-standar etika dan
teknis profesi terdorong untuk secara terus menerus mengembangkan kompetensi
dan kualita jasa, dan menunaikan tanggung jawab profesional sampai tingkat
tertinggi kemampuan anggota yang bersangkutan
6. Ruang
Iingkup dan Sifat Jasa: Seorang anggota dalam praktik publik harus mengikuti
prinsip-prinsip kode Perilaku Profesional dalam menetapkan ruang lingkup an
sifat jasa yang diberikan.
IAI
Prinsip etika akuntan atau kode etik
akuntan itu meliputi delapan butir pernyataan (IAI, 1998, dalam Ludigdo, 2007).
Kedelapan butir pernyataan tersebut merupakan hal-hal yang seharusnya dimiliki
oleh seorang akuntan, yaitu :
1. Tanggung jawab profesi : bahwa akuntan di dalam melaksanakan
tanggungjawabnya sebagai profesional harus senantiasa menggunakan pertimbangan
moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
2. Kepentingan publik: akuntan sebagai anggota IAI berkewajiban untuk
senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati
kepentingan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
3. Integritas: akuntan sebagai seorang profesional, dalam memelihara
dan meningkatkan kepercayaan publik, harus memenuhi tanggung jawab
profesionalnya tersebut dengan menjaga integritasnya setinggi mungkin.
4. Obyektivitas: dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya, setiap
akuntan sebagai anggota IAI harus menjaga obyektifitasnya dan bebas dari
benturan kepentingan.
5. Kompetensi dan kehati-hatian profesional: akuntan dituntut harus
melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan
ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan
keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa
klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten
berdasarkan perkembangan praktik, legislasi, dan teknik yang paling mutakhir.
6. Kerahasiaan: akuntan harus menghormati kerahasiaan informasi yang
diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau
mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau
kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
7. Perilaku profesional: akuntan sebagai seorang profesional dituntut
untuk berperilaku konsisten selaras dengan reputasi profesi yang baik dan
menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesinya.
8. Standar teknis: akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya
harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan.
Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban
untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut
sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas.
Aturan
dan Interpretasi Etika
Interpretasi
Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh badan yang dibentuk
oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak
berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa
dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya. Pernyataan Etika Profesi
yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika
sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya.
Kepatuhan
terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua standar dalam masyarakat terbuka,
tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di
samping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh
sesama anggota dan oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme
pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh organisasi, apabila diperlukan, terhadap
anggota yang tidak menaatinya.
Contoh Kasus :
PT
KERETA API INDONESIA (PT KAI)
Terdeteksi
adanya kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Ini merupakan suatu bentuk
penipuan yang dapat menyesatkan investor dan stakeholder lainnya. Kasus ini
juga berkaitan dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi. Diduga
terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan
BUMN itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp6,9 Miliar. Padahal apabila
diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan justru menderita kerugian sebesar
Rp63 Miliar. Komisaris PT KAI Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur
Informasi dan Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen
Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan
Publik S. Manan. Audit terhadap laporan keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan
tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK),
sedangkan untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan publik. Hasil audit
tersebut kemudian diserahkan Direksi PT KAI untuk disetujui sebelum disampaikan
dalam Rapat Umum Pemegang Saham, dan Komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao
menolak menyetujui laporan keuangan PT KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh
akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya
kejanggalan dari laporan keuangan PT KAI tahun 2005 sebagai berikut:
1. Pajak
pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan
keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005. Kewajiban
PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN)
sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada
akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan
kepada beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal
berdasarkan Standar Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu
tidak bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam
mencatat penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
2. Penurunan
nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp24 Miliar yang
diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI
sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005 masih
tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp
6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.
3. Bantuan
pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai kumulatif
sebesar Rp674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp70 Miliar oleh
manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian
dari hutang.
4. Manajemen
PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak
tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan
pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003.
Perbedaan
pendapat terhadap laporan keuangan antara Komisaris dan auditor akuntan publik
terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik.
Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT
KAI baru bisa mengakses laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik.
Akuntan publik yang telah mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera
diperiksa oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah,
akuntan publik itu diberi sanksi teguran atau pencabutan izin praktik. Kasus PT
KAI berawal dari pembukuan yang tidak sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan. Sebagai akuntan sudah selayaknya menguasai prinsip akuntansi
berterima umum sebagai salah satu penerapan etika profesi. Kesalahan karena
tidak menguasai prinsip akuntansi berterima umum bisa menyebabkan masalah yang
sangat menyesatkan.
Laporan
Keuangan PT KAI tahun 2005 disinyalir telah dimanipulasi oleh pihak – pihak
tertentu. Banyak terdapat kejanggalan dalam laporan keuangannya. Beberapa data
disajikan tidak sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah
biasa terjadi dan masih bisa diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan
adalah pihak auditor menyatakan Laporan Keuangan itu Wajar Tanpa Pengecualian.
Tidak ada penyimpangan dari standar akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut
dipertanyakan.
Dari
informasi yang didapat, sejak tahun 2004 laporan PT KAI diaudit oleh Kantor
Akuntan Publik. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang melibatkan BPK
sebagai auditor perusahaan kereta api tersebut. Hal itu menimbulkan dugaan
kalau Kantor Akuntan Publik yang mengaudit Laporan Keuangan PT KAI melakukan
kesalahan. Profesi Akuntan menuntut profesionalisme, netralitas, dan kejujuran.
Kepercayaan masyarakat terhadap kinerjanya tentu harus diapresiasi dengan baik
oleh para akuntan. Etika profesi yang disepakati harus dijunjung tinggi. Hal
itu penting karena ada keterkaitan kinerja akuntan dengan kepentingan dari
berbagai pihak. Banyak pihak membutuhkan jasa akuntan. Pemerintah, kreditor,
masyarakat perlu mengetahui kinerja suatu entitas guna mengetahui prospek ke
depan. Yang Jelas segala bentuk penyelewengan yang dilakukan oleh akuntan harus
mendapat perhatian khusus. Tindakan tegas perlu dilakukan.
PEMBAHASAN
KASUS
1. Kasus di atas merupakan Kasus Manipulasi
Laporan Keuangan PT KAI yang dilakukan oleh Manajemen PT KAI dan Ketidakmampuan
KAP dalam mengindikasi terjadinya manipulasi.
2.
Analisis 5 Question Approach:
•
Profitable
Pihak
yang diuntungkan adalah Manajemen PT KAI karena kinerja keuangan perusahaan
seolah-olah baik (laba Rp6.9 M), meskipun pada kenyataannya menderita kerugian
Rp 63 M. Tidak tertutup kemungkinan, pihak manajemen memperoleh bonus dari
“laba semu” tersebut. Pihak lain yang diuntungkan adalah KAP S. Manan &
Rekan, dimana dimungkinkan memperoleh Fee khusus karena memberikan opini Wajar
Tanpa Pengecualian.
• Legal
PT
KAI melanggar Pasal 90 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal “Dalam kegiatan
perdagangan efek, setiap pihak dilarang secara langsung maupun tidak langsung.
Menipu atau mengelabui Pihak lain dengan menggunakan sarana dan atau cara apa
pun Turut serta menipu atau mengelabui Pihak lain; dan Membuat pernyataan tidak
benar mengenai fakta yang material atau tidak mengungkapkan fakta yang material
agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi
pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau
menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau Pihak lain atau dengan tujuan
mempengaruhi Pihak lain untuk membeli atau menjual Efek.” PT KAI dapat
dikenakan sanksi sesuai Pasal 107 UU No.8 Tahun 1995 yang menyatakan: “Setiap
Pihak yang dengan sengaja bertujuan menipu atau merugikan Pihak lain atau
menyesatkan Bapepam, menghilangkan, memusnahkan, menghapuskan, mengubah,
mengaburkan, menyembunyikan, atau memalsukan catatan dari Pihak yang memperoleh
izin, persetujuan, atau pendaftaran termasuk Emiten dan Perusahaan Publik
diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).” KAP S. Manan & Rekan
melanggar Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP).
•
Fair
Perbuatan
manajemen PT.KAI merugikan publik/masyarakat dan pemerintah.
3. Publik (investor); dirugikan karena
memperoleh informasi yang menyesatkan, sehingga keputusan yang diambil
berdasarkan informasi keuagan PT. KAI menjadi tidak akurat/salah.
4. Pemerintah; dirugikan karena dengan
rekayasa keuangan tersebut maka pajak yang diterima pemerintah lebih kecil.
•
Right
1) Hak-hak
Publik; dirugikan karena investor memperoleh informasi yang menyesatkan,
sehingga keputusan yang diambil menjadi salah/ tidak akurat.
2) Pemerintah;
dirugikan karena pajak yang diterima pemerintah menjadi lebih kecil.
•
Suistainable Development
Rekayasa
yang dilakukan manajemen PT KAI bersifat jangka pendek dan bukan jangka
panjang, karena hanya menginginkan keuntungan/laba untuk kepentingan pribadi/manajemen
(motivasi bonus).
Prinsip
Etika Yang Dilanggar:
Selain
akuntan eksternal dan komite audit yang melakukan kesalahan dalam hal
pencatatan laporan keuangan, akuntan internal di PT. KAI juga belum sepenuhnya
menerapkan 8 prisip etika akuntan. Dari kedelapan prinsip akuntan yaitu
tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektifitas,
kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional,
dan standar teknis, prinsip-prinsip etika akuntan yang dilanggar antara lain :
1) Tanggung
jawab profesi ;
Dimana seorang akuntan harus bertanggung
jawab secara professional terhadap semua kegiatan yang dilakukannya. Akuntan
Internal PT. KAI kurang bertanggung jawab karena dia tidak menelusuri
kekeliruan dalam pencatatan dan memperbaiki kesalahan tersebut sehingga laporan
keuangan yang dilaporkan merupakan keadaan dari posisi keuangan perusahaan yang
sebenarnya.
2) Kepentingan
Publik ;
Dimana akuntan harus bekerja demi
kepentingan publik atau mereka yang berhubungan dengan perusahaan seperti
kreditur, investor, dan lain-lain. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak
bekerja demi kepentingan publik karena diduga sengaja memanipulasi laporan
keuangan sehingga PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun karena
manipulasi tersebut PT. KAI terlihat mengalami keuntungan. Hal ini tentu saja
sangat berbahaya, termasuk bagi PT. KAI. Karena, apabila kerugian tersebut
semakin besar namun tidak dilaporkan, maka PT. KAI bisa tidak sanggup
menanggulangi kerugian tersebut.
3) Integritas
;
Dimana akuntan harus bekerja dengan
profesionalisme yang tinggi. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI tidak menjaga
integritasnya, karena diduga telah melakukan manipulasi laporan keuangan.
4) Objektifitas
;
Dimana akuntan harus bertindak obyektif
dan bersikap independen atau tidak memihak siapapun. Dalam kasus ini akuntan
PT. KAI diduga tidak obyektif karena diduga telah memanipulasi laporan keuangan
sehingga hanya menguntungkan pihak- pihak tertentu yang berada di PT. KAI.
5) Kompetensi
dan kehati-hatian professional ;
Akuntan dituntut harus melaksanakan jasa
profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta
mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan
profesionalnya pada tingkat yang diperlukan. Dalam kasus ini, akuntan PT. KAI
tidak melaksanakan kehati-hatian profesional sehingga terjadi kesalahan
pencatatan yang mengakibatkan PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun
dalam laporan keuangan mengalami keuntungan.
6) Perilaku
profesional ;
Akuntan sebagai seorang profesional
dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan reputasi profesi yang baik
dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesinya. Dalam kasus ini
akuntan PT. KAI diduga tidak berperilaku profesional yang menyebabkan
kekeliruan dalam melakukan pencatatanlaporan keuangan, dan hal ini dapat
mendiskreditkan (mencoreng nama baik) profesinya.
7) Standar
teknis ;
Akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus
mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan.
Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban
untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut
sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas. Dalam kasus ini akuntan
tidak melaksanakan prinsip standar teknis karena tidak malaporkan laporan
keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Contohnya, pada saat PT
Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak pihak ketiga.
Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai
pendapatan. Padahal, berdasarkan standar
akuntansi keuangan tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau asset.
akuntansi keuangan tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau asset.
Sikap
Yang Diambil :
1. Manajemen
PT KAI
- Melakukan koreksi atas salah saji atas: pajak pihak ketiga yang dimasukkan sebagai asset; penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan yang belum dibebankan; bantuan pemerintah yang seharusnya disajikan sebagai bagian modal perseroan.
- Meminta maaf kepada stakeholders melalui konferensi pers dan berjanji tidak mengulangi kembali di masa datang.
2. KAP
S. Manan & Rekan & Rekan
- Melakukan jasa profesional sesuai SPAP, dimana tiap anggota harus berperilaku konsisten dengan reputasi profesionalnya dengan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesioreksi
- Melakukan koreksi atas opini yang telah dibuat
- Melakukan konferensi pers dengan mengungkapkan bahwa oknum yang melakukan kesalahan sehingga menyebabkan opini atas Laporan Keuangan menjadi tidak seharusnya telah diberikan sanksi dari pihak otorisasi, dan berjanji tidak mengulang kembali kejadian yang sama di masa yang akan datang.
Rekomendasi
Agar Kasus Serupa Tidak Terulang :
1. Membangun kultur perusahaan yang baik;
dengan mengutamakan integritas, etika profesi dan kepatuhan pada seluruh
aturan, baik internal maupun eksternal, khususnya tentang otorisasi.
2.
Mendahulukan kepentingan publik daripada
kepentingan publik.
3. Merekrut manajemen baru yang memiliki
integritas dan moral yang baik, serta memberikan siraman rohani kepada karyawan
akan pentingnya integritas yang baik bagi kelangsungan usaha perusahaan.
4.
Memperbaiki sistem pengendalian internal
perusahaan.
5. Corporate Governance dilakukan oleh
manajemen yang dirancang dalam rangka mengeliminasi atau setidaknya menekan
kemungkinan terjadinya fraud. Corporate governance meliputi budaya perusahaan,
kebijakan-kebijakan, dan pendelegasian wewenang.
6. Transaction Level Control Process yang
dilakukan oleh auditor internal, pada dasarnya adalah proses yang lebih
bersifat preventif dan pengendalian yang bertujuan untuk memastikan bahwa hanya
transaksi yang sah, mendapat otorisasi yang memadai yang dicatat dan melindungi
perusahaan dari kerugian.
7. Retrospective Examination yang dilakukan
oleh Auditor Eksternal diarahkan untuk mendeteksi fraud sebelum menjadi besar dan
membahayakan perusahaan.
8. Investigation and Remediation yang
dilakukan forensik auditor. Peran auditor forensik adalah menentukan tindakan
yang harus diambil terkait dengan ukuran dan tingkat kefatalan fraud, tanpa
memandang apakah fraud itu hanya berupa pelanggaran kecil terhdaap kebijakan
perusahaan ataukah pelanggaran besar yang berbentuk kecurangna dalam laporan
keuangan atau penyalahgunaan asset.
9. Penyusunan Standar yang jelas mengenai
siapa saja yang pantas menjadi apa baik untuk jabatan fungsional maupun
struktural ataupun untuk posisi tertentu yang dianggap strategis dan kritis.
Hal ini harus diiringi dengan sosialisasi dan implementasi (enforcement) tanpa
ada pengecualian yang tidak masuk akal
10.
Diadakan tes kompetensi dan kemampuan
untuk mencapai suatu jabatan tertentu dengan adil dan terbuka. Siapapun yang
telah memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama dan adil untuk
“terpilih”. Terpilih artinya walaupun pejabat lain diatasnya tidak “berkenan” dengan orang tersebut, tetapi karena ia yang terbaik maka tidak ada alasan logis untuk menolaknya ataupun memilih yang orang lain. Disinilah peran profesionalisme dikedepankan
“terpilih”. Terpilih artinya walaupun pejabat lain diatasnya tidak “berkenan” dengan orang tersebut, tetapi karena ia yang terbaik maka tidak ada alasan logis untuk menolaknya ataupun memilih yang orang lain. Disinilah peran profesionalisme dikedepankan
11. Akuntabilitas dan Transparansi setiap
“proses bisnis” dalam organisasi agar memungkinkan monitoring dari setiap pihak
sehingga penyimpangan yang dilakukan oknum-oknum dapat diketahui dan diberikan
sangsi tanpa kompromi
Sumber :