Perilaku Etika dalam Bisnis
1. Lingkungan Bisnis yang Mempengaruhi Perilaku Etika
Lingkungan bisnis adalah segala sesuatu yang
mempengaruhi aktivitas bisnis dalam suatu lembanga organisasi atau perubahan.
Faktor – faktor yang mempengaruhi lingkungan bisnis adalah :
·
Lingkungan
internal
Segala sesuatu
didalam organisasi atau perusahaan yang akan mempengaruhi organisasi atau
perusahaan tersebut.
·
Lingkungan
Eksternal
Segala sesuatu di
luar batas-batas organisasi atau perusahaan yang mempengaruhi organisasi atau
perusahaan.
Perubahan lingkungan bisnis yang semakin tidak menentu
dan situasi bisnis yang semakin komperatif menimbulkan pesaingan yang semakin
tajam, ini di tandai dengan semakin banyaknya perusahaan milik pemerintah atau
swasta yang didirikan baik itu perusahaan berskala besar, perusahaan menengah,
maupun perusahaan berskala kecil.
Tujuan dari sebuah bisnis kecil adalah untuk tumbuh
dan menghasilkan uang.Untuk melakukan itu, penting bahwa semua karyawan di
papan dan bahwa kinerja mereka dan perilaku berkontribusi pada kesuksesan
perusahaan.Perilaku karyawan, bagaimanapun, dapat dipengaruhi oleh faktor
eksternal di luar bisnis.Pemilik usaha kecil perlu menyadari faktor-faktor dan
untuk melihat perubahan perilaku karyawan yang dapat sinyal masalah, antara
lain:
a.
Budaya Organisasi
Keseluruhan budaya
perusahaan dampak bagaimana karyawan melakukan diri dengan rekan kerja,
pelanggan dan pemasok. Lebih dari sekedar lingkungan kerja, budaya organisasi
mencakup sikap manajemen terhadap karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan dan
otonomi / pemberdayaan yang diberikan kepada karyawan. “Nada di atas” sering
digunakan untuk menggambarkan budaya organisasi perusahaan. Nada positif dapat
membantu karyawan menjadi lebih produktif dan bahagia. Sebuah nada negatif
dapat menyebabkan ketidakpuasan karyawan, absen dan bahkan pencurian atau
vandalisme.
b.
Ekonomi Lokal
Melihat seorang
karyawan dari pekerjaannya dipengaruhi oleh keadaan perekonomian setempat. Jika
pekerjaan yang banyak dan ekonomi booming, karyawan secara keseluruhan lebih
bahagia dan perilaku mereka dan kinerja cermin itu. Di sisi lain, saat-saat
yang sulit dan pengangguran yang tinggi, karyawan dapat menjadi takut dan cemas
tentang memegang pekerjaan mereka.Kecemasan ini mengarah pada kinerja yang
lebih rendah dan penyimpangan dalam penilaian. Dalam beberapa karyawan,
bagaimanapun, rasa takut kehilangan pekerjaan dapat menjadi faktor pendorong
untuk melakukan yang lebih baik.
c.
Reputasi
Perusahaan dalam Komunitas
Persepsi karyawan
tentang bagaimana perusahaan mereka dilihat oleh masyarakat lokal dapat
mempengaruhi perilaku. Jika seorang karyawan menyadari bahwa perusahaannya
dianggap curang atau murah, tindakannya mungkin juga seperti itu. Ini adalah
kasus hidup sampai harapan. Namun, jika perusahaan dipandang sebagai pilar
masyarakat dengan banyak goodwill, karyawan lebih cenderung untuk menunjukkan
perilaku serupa karena pelanggan dan pemasok berharap bahwa dari mereka.
d.
Persaingan di
Industri
Tingkat daya saing
dalam suatu industri dapat berdampak etika dari kedua manajemen dan karyawan,
terutama dalam situasi di mana kompensasi didasarkan pada pendapatan. Dalam
lingkungan yang sangat kompetitif, perilaku etis terhadap pelanggan dan pemasok
dapat menyelinap ke bawah sebagai karyawan berebut untuk membawa lebih banyak
pekerjaan. Dalam industri yang stabil di mana menarik pelanggan baru tidak
masalah, karyawan tidak termotivasi untuk meletakkan etika internal mereka
menyisihkan untuk mengejar uang.
2. Kesaling-tergantungan antara Bisnis dan Masyarakat
Bisnis melibatkan hubungan ekonomi dengan banyak
kelompok orang yang dikenal sebagai stakeholders, yaitu pelanggan, tenaga
kerja, stockholders, suppliers, pesaing, pemerintah dan komunitas. Oleh
karena itu para pebisnis harus mempertimbangkan semua bagian dari stakeholders
dan bukan hanya stockholdernya saja. Pelanggan, penyalur, pesaing, tenaga kerja
dan bahkan pemegang saham adalah pihak yang sering berperan untuk keberhasilan
dalam berbisnis.
Lingkungan bisnis yang mempengaruhi perilaku
etika adalah lingkungan makro dan lingkungan mikro. Sebagai bagian dari
masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata
hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta
etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama
pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung
maupun tidak langsung. Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu
dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola
hubungan yang bersifat interaktif.
Etika bisnis merupakan penerapan tanggung jawab sosial
suatu bisnis yang timbul dari dalam perusahaan itu sendiri. Bisnis selalu
berhubungan dengan masalah-masalah etis dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
bisnis dengan masyarakat umum juga memiliki etika pergaulan yaitu etika
pergaulan bisnis. Etika pergaulan bisnis dapat meliputi beberapa hal antara
lain adalah:
a. Hubungan antara bisnis dengan langganan / konsumen
Hubungan antara
bisnis dengan langgananya adalah hubungan yang paling banyak dilakukan, oleh
karena itu bisnis haruslah menjaga etika pergaulanya secara baik. Adapun
pergaulannya dengan langganan ini dapat disebut disini misalnya saja :
·
Kemasan yang
berbeda-beda membuat konsumen sulit untuk membedakan atau mengadakan
perbandingan harga terhadap produknya.
·
Bungkus atau
kemasan membuat konsumen tidak dapat mengetahui isi didalamnya.
·
Pemberian servis
dan terutama garansi adalah merupakan tindakan yang sangat etis bagi suatu
bisnis.
b. Hubungan dengan karyawan
Manajer yang pada
umumnya selalu berpandangan untuk memajukan bisnisnya sering kali harus
berurusan dengan etika pergaulan dengan karyawannya. Pergaulan bisnis dengan
karyawan ini meliputi beberapa hal yakni : Penarikan (recruitment),
Latihan (training), Promosi atau kenaikan pangkat, Tranfer, demosi
(penurunan pangkat) maupun lay-off atau pemecatan / PHK (pemutusan hubungan
kerja).
c. Hubungan antar bisnis
Hubungan ini
merupakan hubungan antara perusahaan yang satu dengan perusahan yang lain. Hal
ini bisa terjadi hubungan antara perusahaan dengan para pesaing, grosir,
pengecer, agen tunggal maupun distributor.
d. Hubungan dengan Investor
Perusahaan yang
berbentuk Perseroan Terbatas dan terutama yang akan atau telah “go publik”
harus menjaga pemberian informasi yang baik dan jujur dari bisnisnya kepada
para insvestor atau calon investornya. prospek perusahan yang go
public tersebut. Jangan sampai terjadi adanya manipulasi atau penipuan
terhadap informasi terhadap hal ini.
e. Hubungan dengan Lembaga-Lembaga Keuangan
Hubungan dengan
lembaga-lembaga keuangan terutama pajak pada umumnya merupakan hubungan
pergaulan yang bersifat finansial.
3. Kepedulian Pelaku Bisnis terhadap Etika
Korupsi, kolusi, dan nepotisme yang semakin meluas di
masyarakat yang sebelumnya hanya di tingkat pusat dan sekarang meluas sampai ke
daerah-daerah, dan meminjam istilah guru bangsa yakni Gus Dur,korupsi yang
sebelumnya di bawah meja, sekarang sampai ke meja-mejanya dikorupsi adalah
bentuk moral hazard di kalangan ekit politik dan elit birokrasi. Hal ini
mengindikasikan bahwa di sebagian masyarakat kita telah terjadi krisis moral
dengan menghalalkan segala mecam cara untuk mencapai tujuan, baik tujuan
individu memperkaya diri sendiri maupun tujuan kelompok untuk eksistensi
keberlanjutan kelompok. Terapi ini semua adalah pemahaman, implementasi dan
investasi etika dan nilai-nilai moral bagi para pelaku bisnis dan para elit
politik.
Dalam kaitan dengan etika bisnis, terutama bisnis
berbasis syariah, pemahaman para pelaku usaha terhadap ekonomi syariah selama
ini masih cenderung pada sisi “emosional” saja dan terkadang mengkesampingkan
konteks bisnis itu sendiri. Padahal segmen pasar dari ekonomi syariah cukup
luas, baik itu untuk usaha perbankan maupun asuransi syariah. Dicontohkan,
segmen pasar konvensional, meski tidak “mengenal” sistem syariah, namun
potensinya cukup tinggi. Mengenai implementasi etika bisnis tersebut, Rukmana
mengakui beberapa pelaku usaha memang sudah ada yang mampu menerapkan etika
bisnis tersebut.
Namun, karena pemahaman dari masing-masing pelaku
usaha mengenai etika bisnis berbeda-beda selama ini, maka implementasinyapun
berbeda pula, Keberadaan etika dan moral pada diri seseorang atau sekelompok
orang sangat tergantung pada kualitas sistem kemasyarakatan yang melingkupinya.
Walaupun seseorang atau sekelompok orang dapat mencoba
mengendalikan kualitas etika dan moral mereka, tetapi sebagai sebuah variabel
yang sangat rentan terhadap pengaruh kualitas sistem kemasyarakatan, kualitas
etika dan moral seseorang atau sekelompok orang sewaktu-waktu dapat berubah.
Baswir (2004) berpendapat bahwa pembicaraan mengenai etika dan moral bisnis
sesungguhnya tidak terlalu relevan bagi Indonesia. Jangankan masalah etika dan
moral, masalah tertib hukum pun masih belum banyak mendapat perhatian.
Sebaliknya, justru sangat lumrah di negeri ini untuk menyimpulkan bahwa
berbisnis sama artinya dengan menyiasati hukum. Akibatnya, para pebisnis di
Indonesia tidak dapat lagi membedakan antara batas wilayah etika dan moral
dengan wilayah hukum. Wilayah etika dan moral adalah sebuah wilayah
pertanggungjawaban pribadi. Sedangkan wilayah hukum adalah wilayah benar dan
salah yang harus dipertanggungjawabkandi depan pengadilan. Akan tetapi memang
itulah kesalahan kedua dalam memahami masalah etika dan moral di Indonesia.
Pencampuradukan antara wilayah etika dan moral dengan wilayah hukum seringkali
menyebabkan kebanyakan orang Indonesia tidak bisa membedakan antara perbuatan
yang semata-mata tidak sejalan dengan kaidah-kaidah etik dan moral, dengan
perbuatan yang masuk kategori perbuatan melanggar hukum. Sebagai misal, sama
sekali tidak dapat dibenarkan bila masalah korupsi masih didekati dari sudut
etika dan moral. Karena masalah korupsi sudah jelas dasar hukumnya, maka
masalah itu haruslah didekati secara hukum. Demikian halnya dengan masalah
penggelapan pajak, pencemaran lingkungan, dan pelanggaran hak asasi manusia.
4. Perkembangan dalam Etika dan Bisnis
Berikut perkembangan etika bisnis :
·
Situasi Dahulu
Pada awal sejarah
filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki
bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan
membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
·
Masa Peralihan:
tahun 1960-an
Ditandai
pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi
mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan).
Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu
dengan menambahkanEuropean Business Ethics Network mata kuliah baru
dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering
dibahas adalah corporate social responsibility.
·
Etika Bisnis Lahir
di AS: tahun 1970-an
Sejumlah filsuf
mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan
etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang
sedang meliputi dunia bisnis di AS.
·
Etika Bisnis
Meluas ke Eropa: tahun 1980-an
Di Eropa Barat,
etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian.
Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis
yang disebut (EBEN).
·
Etika Bisnis
menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an
Tidak terbatas
lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah
didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE)
pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
5. Etika Bisnis dalam Akuntansi
Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di
Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan
Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika
dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan
dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain dengan
kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan
keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang
diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang
diatur dalam kode etik profesi. Akuntansi sebagai profesi memiliki kewajiban
untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika profesi yang telah
ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai profesional mempunyai tiga kewajiban
yaitu; kompetensi, objektif dan mengutamakan integritas. Kasus enron, xerok,
merck, vivendi universal dan bebarapa kasus serupa lainnya telah membuktikan
bahwa etika sangat diperlukan dalam bisnis. Tanpa etika di dalam bisnis, maka
perdaganan tidak akan berfungsi dengan baik. Kita harus mengakui
bahwa akuntansi adalah bisnis, dan tanggung jawab utama dari bisnis adalah
memaksimalkan keuntungan atau nilai shareholder. Tetapi kalau hal ini dilakukan
tanpa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat merugikan. Banyak orang yang
menjalankan bisnis tetapi tetap berpandangan bahwa, bisnis tidak memerlukan
etika.
Dalam menciptakan etika bisnis, Dalimunthe
(2004) menganjurkan untuk memperhatikan hal sebagai berikut :
·
Pengendalian Diri
Artinya, pelaku-pelaku
bisnis mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh
apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis
sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang atau memakan
pihak lain dengan menggunakan keuntungan tersebut. Walau keuntungan yang
diperoleh merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus
memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang “etik”.
·
Pengembangan
Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility)
Pelaku bisnis
disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam
bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi.
·
Mempertahankan
Jati Diri
Mempertahankan
jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya
perkembangan informasi dan teknologi adalah salah satu usaha menciptakan etika
bisnis. Namun demikian bukan berarti etika bisnis anti perkembangan
informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan
untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan
budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
·
Menciptakan
Persaingan yang Sehat
Persaingan dalam
dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan
tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya harus terdapat jalinan yang
erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan
perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap
perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada
kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
·
Menerapkan Konsep
“Pembangunan Berkelanjutan”
Dunia bisnis
seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu
memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa datang.
·
Menghindari Sifat
5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi,Kolusi dan komisi)
Jika pelaku bisnis
sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi
apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan
curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa
dan negara.
·
Mampu Menyatakan
yang Benar itu Benar
Artinya, kalau
pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai
contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece”
dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah. Juga
jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada
pihak yang terkait.
·
Menumbuhkan Sikap
Saling Percaya antar Golongan Pengusaha
Untuk menciptakan
kondisi bisnis yang “kondusif” harus ada sikap saling percaya (trust) antara
golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah, sehingga pengusaha
lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan
mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat,
saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk
berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
·
Konsekuen dan
Konsisten dengan Aturan main Bersama
Semua konsep etika
bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang
tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya
semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada “oknum”, baik pengusaha
sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan “kecurangan” demi
kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan “gugur” satu demi
satu.
·
Memelihara
Kesepakatan
Memelihara
kesepakatan atau menumbuh kembangkan Kesadaran dan rasa Memiliki terhadap apa
yang telah disepakati adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis. Jika
etika ini telah dimiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu
ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
·
Menuangkan ke
dalam Hukum Positif
Perlunya sebagian
etika bisnis dituangkan dalam suatu hukum positif yang menjadi Peraturan
Perundang-Undangan dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis
tersebut, seperti “proteksi” terhadap pengusaha lemah.
Contoh Kasus Perilaku Etika dalam Bisnis
PANGKALAN KERINCI, JurnalRiau,Com- Akibat persaingan
kurang sehat pihak perusahaan kini melakukan berbagai cara untuk merekrut
tenaga kerja yang diiming-imingi kenaikan gaji.Berawal dari kekecewaan dengan
management PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), ratusan karyawan di
masing-masing departemen perusahaan kayu yang berbasis di Pangkalan Kerinci
mengancam bakal hengkang dari perusahaan dan hijrah Ke PT Indah Kiat.
Kekecewaan tersebut dikarenakan perusahaan ini telah
ingkar janji dengan para karyawan terkait bonus yang akan diberikan. Dimana
sebelumnya, para karyawan yang bekerja di PT RAPP diberikan janji oleh pihak
management dengan bonus kesejahteraan bila target perusahaan tercapai. Namun
meski target perusahaan telah tercapai empat bulan lewat, janji perusahaan yang
akan memberikan bonus pada karyawan tak kunjung terealisasi.
Alhasil, para karyawan yang merasa dikecewakan berniat
untuk hengkang dari perusahaan kayu milik Taipan Sukanto Tanoto itu. Tak
tanggung – tanggung, ada sekitar 80 persen karyawan dari masing-masing
departemen yang berencana akan hengkang ke PT Indah Kiat. Namun niat para
karyawan agak sedikit terhalang, pasalnya pihak perusahaan tak mau melepaskan
begitu saja para karyawannya.
Beberapa Top Management PT RAPP seperti David Ceer,
Timo Hakkinen, Elwan Jumandri dan Jhoni W Sida langsung datang ke lokasi di
Grand Hotel Pangkalan Kerinci, Sabtu (10/4) tempat beberapa karyawan PT RAPP
akan melakukan interview dengan PT. Indah Kiat.
Dari pantauan sendiri di lokasi kejadian, memang
beberapa orang dari pihak perusahaan berpakaian preman terlihat mondar-mandir
di lingkungan hotel. Salah seorang karyawan yang akan diinterview oleh PT Indah
Kiat di Pangkalan Kerinci dan wanti-wanti namanya minta dirahasiakan mengakui
kekhawatirannya. Pasalnya, dia bersama kawan-kawannya melihat sendiri bahwa
pihak perusahaan PT. RAPP membawa security berpakaian seragam dan bebas datang
ke lokasi hotel.”Jujur saja, kami ketakutan pak, soalnya management membawa
security satu truk dan preman untuk menjegal kami agar tak jadi diinterview,”
pungkas salah satu karyawan yang enggan disebut identitasnya.
Dilain sisi menanggapi hal ini secara pribadi pihak
Stokeholder Relations Manager PT.RAPP Wan Zak kepada JurnalRiau, Minggu petang
(11/04/2010) mengatakan, bahwa hal itu tidak benar, soal pengamcanam untuk
hengkang sudah kedua kali. Dan untuk keluar dari perusahaan karyawan tergantung
kesepakatan Mou kontrak kerja sebelumnya. Jadi tak segampang itu.
Adanya rumor interview oleh pihak perusahaan pulp PT.
Indah Kiat, bagi sejumlah karyawan HRD Riaupulp, menurut wan Zack, tindakan itu
merupakan persaingan bisnis yang tak sehat. Dan dinilai merusak etika bisnis,
“Selama ini karyawan kita telah mendapat ilmu pengetahuan dan bimtek, yang
cukup handal, kenapa tiba-tiba ada perusahaan yang merekrut dengan sistem
persaingan tak sehat..,” ucap Wan Zak.
Sementara Humas Relation PT. Indah Kiat, Nurul Huda
ketika dihubungi via ponselnya Minggu petang (11/04/10) mengaku belum
mengetahui hal itu. Karena yang menghandel masalah adalah HRD.
Kesimpulan
:
Jenis Pelanggaran
Ada beberapa kesalahan yang dilakukan oleh kedua
perusahaan diatas. Hal pertama adalah kesalahan yang dilakukan oleh PT.RAPP
(Riau Andalan Pulp and Paper ) yang sudah melanggar Prinsip Etika bisnis yaitu
prinsip kejujuran, prinsip keadilan dan prinsip tidak berbuat jahat dan berbuat
baik. Pada prinsip kejujuran, perusahaan sudah ingkar janji atau telah
melanggar perjanjian dengan para karyawan mengenai pemberian bonus jika target
perusahaan tercapai,, perjanjian yang disepakati bersama telah diabaikan oleh
PT.RAPP.
Pada Prinsip Keadilan , disini ada kaitanya dengan
Prinsip Kejujuran dimana perusahaan seharusnya memberikan sesuatu yang sudah
menjadi hak para karyawan tersebut, di mana prestasi dibalas dengan kontra
prestasi yang sama nilainya. Dan yang terakhir yaitu Prinsip Integritas Moral,
dimana pada kasus ini yang diuntungkan hanya satu pihak yaitu pihak PT.RAPP.
padahal akan lebih baik jika kedua belah pihak merasa diuntungkan yaitu
perusahaan mencapai targetnya dan para karyawan mendapatkan apa yang seharusnya
menjadi hak mereka. Jika saja perusahaan lebih memperhatikan kesejahteraan
karyawan secara keseluruhan maka hal – hal yang tidak diinginkan seperti
artikel diatas tidak akan terjadi.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar